Hampir genap setengah tahun
perang antara Rusia melawan Ukraina terjadi. Jika kita melakukan pencarian di mesin
penelusuran internet, “perang Rusia versus Ukraina” masih ada di pencarian
teratas. Itu berarti bahwa perang antar kedua Negara ini masih
hangat-hangatnya.
Banyak yang tidak menyangka
bahwa perang antar kedua Negara ini bakal berlangsung lama. Pendapat saya
sebagai pribadi pun seperti itu. Kenapa bisa selama itu yaa. Saya berpikir
kedua Negara ini adalah Negara yang sudah sangat maju. Dengan pola dan gaya
hidup modern. Harusnya sih perang tidak terjadi kalaupun terjadi harusnya tak perlu berlama-lama.
Benar kata pepatah bijak “
setiap Negara punya masa dan cerita”, setiap Negara pasti punya cerita tentang
kejayaannya, punya takdir dan ceritanya sendiri, seperti kisah kita manusia
sebagai individu, pun pasti punya cerita dan takdir kita masing-masing.
Sebagai negara yang pernah
dijajah, kita pasti akan sangat menentang yang namanya peperangan dan
penjajahan. Peperangan tidak akan membuktikan kebenaran apapun. Melainkan menyisakan
kerusakan, kematian, kehilangan harta benda, dan cerita duka.
Sewaktu kanak-kanak dulu,
saya sangat sering mendengar berita tentang perang antara Bosnia- Herzegovina,
perang antara Irak dan Kuwait, Perang Saudara di Ethiopia, dan masih banyak
perang lainnya. Semua peperangan itu
membuat saya tak kuasa menitikkan air mata manakala saya melihat korban dari
peperangan itu adalah anak-anak yang terluka, mati, yang terpisah dari
keluarganya, yang kelaparan. Anak-anak yang seharusnya belajar, yang seharusnya
menikmati masa-masa kanak mereka dengan bermaain. Tetapi mereka dipaksa ikut
memperjuangkan ego dan kepentingan dari orang-orang dewasa.
Dulu saat upacara sangat
sering kita mendengar isi Pembukaan UUD NKRI yang menyatakan bahwa
“…Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan diatas
dunia harus dihapuskan…,” nah dari kalimat inilah saya sempat berpikir bahwa
telah ada undang-undang internasional masa itu yang mengutuk segala bentuk
peperangan.
Ternyata undang-undang
internasional yang membahas tentang
kejahatan perang, baru ada pada tahun 2022 ini. Dilansir dari laman Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Hari Keadilan Internasional 2022 yang
diperingati pada tanggal 17 Juli mengadopsi Statuta Roma pada 17 Juli 1998 silam oleh komunitas internasional.
Perwakilan dari 148 negara
menghadiri pertemuan diplomatik di Roma, Italia, untuk membahas tentang masalah
internasional yang sangat mendesak, yakni kejahatan internasional. Pembahasan
tersebut menghasilkan sebuah traktat yang menjabarkan bentuk-bentuk kejahatan
internasional, sekaligus mandat untuk mendirikan ICC.
Statuta Roma membagi kejahatan internasional ke dalam empat kategori inti sebagai berikut:
1.
Kejahatan genosida (pembunuhan massal)
2. Kejahatan kemanusiaan (kejahatan yang
menargetkan kelompok masyarakat tertentu, seperti perbudakan orang-orang
berkulit hitam, dan kejahatan berbasis gender)
3.
Kejahatan perang (pelanggaran hukum perang
seperti membunuh warga sipil dan menyiksa sandera)
4.
Kejahatan agresi (penjajahan, mobilisasi
kekuatan militer tanpa alasan).
Proses peradilan atas empat
jenis kejahatan internasional tersebut dimandatkan kepada Mahkamah Pidana
Internasional (ICC). Statuta Roma bersifat mengikat, namun pelaksanaannya masih
dibatasi oleh beberapa klausul. Mengkondisikan berbagai aspek yang kemungkinan
masih bersifat sensitive.
Pada saat peresmiannya,
pengadopsian Statuta Roma didukung oleh 120 negara dan ditentang oleh 7 negara.
Dari 120 negara yang mendukung Statuta Roma, baru 60 negara yang berkomitmen
secara legal untuk tunduk pada traktat tersebut (atau meratifikasi). Indonesia
merupakan salah satu negara yang belum meratifikasi Statuta Roma.
Dukungan terhadap Statuta
Roma menjadi elemen penting bagi. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjunjung prinsip-prinsip
Hak Asasi Manusia (HAM). Serta niat baik untuk menuntaskan kasus kejahatan
kemanusiaan di masa lalu.
Mungkin kita tidak bisa
mencegah terjadinya peperangan, tapi setidaknya dengan undang-undang
internasional ini,membuat setiap suku bangsa untuk lebih mempertimbangkan betapa
banyak dampak buruk yang dihasilkan dari perang itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar