Minggu, 20 November 2011

ANGGUR CINTA

Kegelisahan yang tertuang
Dalam tiap wacana-wacana puitis
Adalah luapan kerinduanku
Yang tak bisa lagi kubendung



Anggur cinta yang kau suguhkan untukku
Ternyata terlalu pahit untuk kutenggakkan
Untuk menyelaraskan cintaku padamu


Cintamu telah memabukkanku
Mengaburkan nuansa yang ingin kunikmati
Sehingga antara cinta dan hasrat
Tak dapat lagi aku bedakan

Keduanya seperti membaur
Berdansa dan menari di atas kepalaku
Norma tak bisa lagi mengendalikan
Hati yang menggila karena hadirmu
Biarlah kamu saja yang menjadi kecintaanku









Senin, 14 November 2011

DENGAN SEGALA


Dengan segala  nista
Aku kumpulkan patahan-patahan keberanianku
Untuk menyatakan kerinduanku padaMu




Dengan segala dusta
Aku adukan rahasiaku hanya kepadaMu
Sebab aku tak bisa berbohong padaMu



Dengan segala cinta
Aku umbar segala hasratku
Untuk menemukan cintaMu


Dengan segala pinta
Aku berharap hanya kepadaMu
Halalkanlah ia untukku


Dengan segala derita
Telah kutempa cerita cintaku
Mengikuti alur naskah takdirMu






RUMAH CINTA



Angin yang berlalu
Sampaikan salam rinduku padanya



Pada dirinya, yang tak sempat kusapa
Pada dirinya, yang belum sempat memperkenalkan diri
Pada dirinya, yang selalu melempar senyum untukku
Pada dirinya yang telah mengetuk pintu hatiku
Yang bertandang dan menjambangi rumah cintaku

Belum sempat kuperkenalkan diriku
Belum sempat kubuka pintu hatiku
Ia pulang tanpa menyebutkan namanya



Padamulah sang angin
Ingin aku menitip salam rinduku
Sampaikan padanya, bahwa aku akan menunggunya
Membuka pintu yang telah diketuknya
“ masuklah ke dalam rumah cintaku”


Ilustrasi Puisi
picture by google



TUHAN Kusandarkan Cinta PadaMu


Tuhan ………..
Tempat segala cinta bermuara
Tempat segala rindu bersumber
Seperti sebuah mata air yang menjadi sungai
Mengalirkan sejuta riak-riak asmara
Membawa perahu kasih
Menjelajahi pemaknaan hidup
Dalam mahligai suci nan indah



Tuhan ……..
Menjadi saksi sepasang hati bersua
Saksi sepasang kasih mengadu rindu
Untuk Kau halalkan sebuah cinta

Seperti sebuah sungai mengalir ke lautan
Menjadi tempat terakhit hati untuk di tambatkan

Tuhan …….
Tempat sepasang hati berserah
Bahwa Engkau lebih kuat dari cinta
Sebab Engkau adalah cinta sebenar-benar cinta

Jangan biarkan aku hidup tanpa cinta-Mu
Seperti sebuah sungai yang kering
Saat musim kemarau datang
Dan hanya terisi saat musim penghujan datang.



MERINDUKAN KEMATIAN

Kemarin …….
Kematian bertandang ke dalam khayalku
Mengundangku makan malam bersama
Lalu  mengajakku melihat-lihat sebuah taman
Yang dihiasi oleh bunga-bunga sakratul maut

Ia lalu bertanya padaku,” maukah kau menerima cintaku?”
Lalu aku menjawab,” mungkin bukan saat ini.”



Beberapa tahun yang lalu ……..
Kematian bertandang ke dalam khayalku
Setelah tahun-tahun yang terlewati tanpa hadirnya
Barulah kutemukan jawaban dari pertanyaan kematian

“aku tak takut pada kematian.!!! Aku tak takut pada kematian !!!
“ aku tak takut pada apapun !!! aku tak takut pada apapun !!!”
Yang aku takut jika aku kehilangan cinta Tuhanku
Cinta yang sama-sama kita cintai

Aku merindukan kematian seperti aku merindukan  Tuhanku


Ilustrasi Puisi
picture by Google



BANGAU BERSUARA PARAU


Langit mendung membisikkan warna suram hatinya
Kapada matahari yang bersembunyi di belakangnya
Kepada angin yang hanya berlalu tanpa permisi di hadapannya

“kemanakah perginya burung bangau
Berkoar-koar mengumbar janji dengan suara parau
Tanpa perduli ini sudah lewat musim kemarau”

Langit kelabu menceritakan warna muram hatinnya
Kepada pelangi yang hanya datang setelah gerimis senja
Kepada beringin yang hanya terpaku di tempatnya

“kemanakah perginya burung bangau
Bersorak-sorak mengobral sumpah dengan suara parau
Tanpa perduli ini sudah masuk musim kemarau”

Sudah satu musim terlewati
Langit masih mendung ….. langit masih kelabu
Langit masih berbisik …… langit masih bercerita
Tentang warna suram hatinya ….. tentang warna muram hatinya ……

Kepada matahari …… kepada sang angin …….
Kepada pelangi …….. kepada  beringin ……...
Langit mendung ……. Langit kelabu ………..
Kembali berbisik …… kembali bertanya …….

“Kemanakah perginya burung bangau
Berkoar-koar…….. bersorak-sorak …..
Mengumbar dan mengobral janji dengan suara parau
Tanpa perduli azab Tuhan berseru
Yang berkumandang dari sebuah surau





DO’A LEPASKAN AKU DARI JENUH





Kebosanan memerkosa harapanku yang berjalan sendiri tanpa kawan. Di bawah naungan malam.
Dan berusaha berteriak untuk melepaskan diri dari cekikannya.
Meronta-ronta sekuat tenaga untuk melepaskan semua beban yang lelah menindih. Berteriak-teriak meminta tolong, tapi terabaikan oleh sunyi membungkam



Kejenuhan pun menyusul menggerayangi harapanku. Di bawah bayangan malam. Menelanjangi mimpi yang berbalut rapi yang terselip diantara sederetan janji. Mengecup paksa mimpi terbuai. Meneriakkan nafas dalam jerit tangis yang terdesak oleh keinginan yang  tak mewujudkan nyata.



Mimpi dan harapan tergolek lemas tanpa busana di atas hamparan angan-angan. Menggigil kedinginan di bawah tenda atap langit. Tanpa senyum kerlip hias sang bintang yang berwajah muram. Mengasihani mimpi dan harapan yang teraniaya oleh kebinalan rasa bosan, dan kebiadaban rasa jenuh yang terpendam. Mengoyak-ngoyak mulut rahim menembus jantung mimpi. Merenggut mahkota keperawanan harapan yang terendap.



Bulan yang terlambat menyaksikan semua ini, mengutuk sembari berkomentar,” sumpahi saja mereka agar membusuk di neraka, terbakar oleh api yang mereka nyalakan sendiri oleh bara hasrat yang menggelora.”



Kebosanan dan kejenuhan memamerkan kelaminnya tanpa malu dihadapan bentangan dzikir saat subuh menjelang. Lalu melarikan diri tanpa sesal yang menghakimi.



Mimpi dan harapan menitikkan air mata di sudut bibir jingga subuh. Membangunkan sebagian janji yang terlelap. Do’a yang diantar oleh malaikat pagi,” akankah kau berdiam saja? Akankah kau menolong harapan dan mimpi tanpa sebuah pengampunan dan pengabulan yang tertunda.



ilustrasi puisi
foto by Google



SEPI MENIKAM RINDU



Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Setelah menikam rindu, ia lari tergesa-gesa 
Meninggalkan tempat kejadian perkara, 
yang masih bersimbah darah

Rasa sesal pun memaki tak dapat menahan amarah
Khilaf  pun mengutuk tuan sepi seperti bara
“kemanakah ia melarikan diri,
Begitu tegakah ia membunuh rindu?
Rindu yang telah dinikahinya bertahun-tahun




Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Ternyata sepi, tak hanya membunuh rindu
Ia pun telah menyayat-nyayat cinta
Luka-luka bekas sayatan di cinta
Menggoreskan kepedihan yang begitu mendalam
Masih merah, masih berdarah

“kemanakah ia melarikan diri?
Begitu teganya dia menyayat cinta.
Cinta yang telah ditanamnya penuh kasih
Buah yang telah mereka lahirkan dari rahim rindu

Rasa sesal dan khilaf berderai air mata
Rasa sesal dan khilaf tak mampu lagi mengurai kata-kata
Begitu sedih hati mereka meresapi derita
Menyaksikan potongan-potongan rindu
Yang terserak dan bersimbah darah
Menyaksikan luka-luka bekas sayatan cinta

Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Setelah menikam rindu dan menyayat cinta
Ia melarikan diri dari tempat kejadian perkara
Dengan langkah tergesa-gesa. Dengan baju bersimbah darah

Rasa sesal dan khilaf menjadi murka
rasa sesal berujar lirih,” hati orang memang tak bisa diterka,”
khilaf pun berucap sedih,” jalan hidup pun tak bisa direka,”

Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Setelah menikam rindu dan menyayat cinta
Ia baru sadar,dirinya telah dirasuki prasangka
Perbuatannya telah mengantar rindu ke alam baka
Menggores luka ke tubuh cinta
Mengapa rindu dan cinta harus terluka olehnya?
Mengapa ditangannya-lah terjadi petaka

Sepi tak kuat menahan air mata
Sepi pun tak dapat menanggung derita
Telah membunuh rindu belahan jiwa
Padahal bertahun-tahun rindu mendampinginya setia
Akhirnya ia putuskan bunuh diri serta

Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Rasa sesal dan khilaf tak dapat berbuat apa-apa
Orang-orang pun berdatangan bertanya ‘ kenapa’
Mereka pun memaki dan mengutuk ‘siapa’

Sepi bunuh diri satu jam yang lalu

Jasad sepi dan rindu terbaring bersama
Tergolek kaku tanpa nyawa
Orang-orang berduka tanpa irama
Cinta yang tersayat kini tanpa tawa

Jasad sepi dan rindu bersemayam
Orang-orang melayat dengan rasa geram
Mengutuk prasangka yang tak dapat diredam
Berselingkuh dengan sepi melahirkan dendam

Jasad sepi dan rindu terkubur semakam
Rumah cinta yang tersayat terbakar semalam
Air mata cinta yang tersayat berderai bak hujan yang membenam
Orang-orang ramai berdatangan semalam hingga pukul enam

Jasad sepi dan rindu terkubur senisan
Sudah terlalu banyak tangisan
Cinta yang tersayat meninggalkan pemakaman
Dengan baju hitam dan kaca mata hitam tanpa harapan



Ilustrasi Puisi
picture by Google

KUCATAT DARI HATI



Dari sebuah catatan kaki
Yang kutulis dari sudut hati
Buat sahabat sejati
Yang takkan pernah mati
Walau di ujung akhir nanti
 tak berharap untuk kau cintai
 tak berharap untuk kau rindui
tak berharap untuk kau temui
hanya sebuah do’a tulus suci
kenanglah aku selalu dalam sepi
atau rindukanlah aku dalam riuh ramai
yang akan selalu membuatku  damai


akankah  kujumpai kau
berdiri menungguku
diujung lorong waktu
menyisakan kerinduan yang hampir beku
menancapkan batas hasrat tertegak kaku.


foto by Google

SEPERTI DALAM SURATMU

Mengapa resah selalu membayangi langkahku
Untuk menjumpaimu seperti dalam suratmu
yang kau janjikan pada hari sabtu



Mengapa gelisah mengendap-endap menguntit jejakku
Untuk menemuimu pada suatu waktu
Seperti yang telah kau janjikan; pukul  satu


Aku menunggumu di depan restoran cepat saji
Pada suatu tempat yang telah kau janji


Siang itu matahari makin meninggi
Aku kasihan pada sehelai daun semanggi
Yang mendengar keluhan hati
Semenjak tadi pagi


Inginku bayangmu mati
Agar tak menghadirkan cinta dalam hati
Rasa sabarku menunggumu memuncakkan rasa letih
Kuputuskan untuk tak lagi menanti
Akhirnya resah dan gelisah meninggalkanku dengan langkah tertatih-tatih
Dengan tegar aku pun teriakkan kata pasti


Aku tak akan mengungguimu lagi sampai nanti
Dan akan kukubur suratmu dalam peti
Diantara rimbun rumpun tangkai melati

foto by Google



KABUT DI UJUNG RANTING



Kabut tipis menutupi ujung ranting.
 Daunnya berguguran menutupi tanah yang kering
Tak seperti bamboo yang berbatang ramping
Menanti hujan yang datang mengawali musim semi
Menitikkan air hujan yang jatuh dari ujung daun rami
Dengan haus meresap air ke dalam bumi




Kabut tipis menutupi puncak gunung
Menciptakan mata air hingga ke danau terbendung
Yang mengalir turun ke kampong-kampung
Serunai merdu mengiringi tari-tarian desa tanpa panggung
Mengikuti irama gerak penari tanpa canggung
Menemani petani yang memetik batang kangkung
Memikul bakul yang penuh beban ke atas punggung



Kabut tipis menutupi gubuk-gubuk
Yang berdiri dari batang-batang bambu yang hampir lapuk
Mengantar cahaya matahari  dari timur ufuk
Menghirup aroma kopi goreng yang ditumbuk menjadi bubuk



Kabut tipis menutupi perigi
Matahari pun segan membangunkan mimpi
Sangat pelan hangatnya membelai
Memberi semangat bagi para petani-petani 


foto by Google

AKU MENYERAH



Namun pada akhirnya, aku menyerah. 
Setelah sekian tahun aku menghujatMu. 
Memberontak memerangi takdirku yang sepertinya tak adil kurasa bagiku. 
Yang terpaksa kujalani dengan segala ketidak berdayaaanku.

Sampai pada akhirnya aku pasrah.
Setelah bertahun-tahun pengajuan proposal do’a-do’a ku 
yang panjang berderet-deret seperti daftar belanjaan. 
Tak mendapatkan pengabulanMu.

Hingga pada akhirnya aku lupa. 
Aku tak mengingat lagi do’a-do’a apa yang telah kupanjatkan ke hadapanMu. 
Dan mungkin saat Kau mengabulkannya, mungkin aku sudah tak berminat lagi.

Tapi pada akhirnya………, hanya engkau saja Tuhan tempatku mengadu. 
Tempatku berbagi cerita, seolah kita telah berteman sudah sangat lama. 
Tempatku mengembalikan segala hasrat, segala mimpi, segala cinta, segala pinta,
Juga sisa hidupku yang Kau jemput di pintu kematianku.

Karena pada akhirnya  hanya Engkau saja yang menjadi tujuan awal dan akhir hidupku.
Karena pada akhirnya hanya engkau saja yang menjadi tempat semuanya kembali.



foto by Google