Beberapa
pekan di bulan juli ini rasanya benar-benar menguras energy saya. Tidak jauh
berbeda kegiatan di beberapa bulan sebelumnya. Biasalah, selain urusan
emak-emak, apalagi kalau bukan ngurusin rumah tangga dan anak-anak. Apalagi
bulan juli ini adalah tahun ajaran baru. Pastinya banyak emak-emak yang
mengalami hal yang saya alami. Apalagi saya memiliki seorang anak kecil yang
tahun ini sudah memasuki usia sekolah.
Selain
itu adalah beberapa urusan lain diluar urusan rumah tangga. (yang pastinya urusan
organisasi ala emak-emak yaa mak, bukan urusan rumah tangga orang lain heehee…).
Dan
karena kesibukan yang padat akhir-akhir ini, rasanya saya butuh healing,,
istilah orang-orang milenial kini sih begitu. Maunya saya sih healing out door
begitu… tapi rencana pengeluaran sudah ada di list, dan saldo tidak
memungkinkan untuk healing outdoor. Jadi yaa saya healing indoor saja deh
kayaknya.
Apa
saja sih sebenarnya healing Indoor
menurut kalian emak-emak hebat?
Kalau
menurut saya. Healing indoor, yang bias kita lakukan yaitu : menonton drakor,
facial dan luluran mandiri, rebahan, membaca, ataupun menulis.
Tapi
kegiatan menulis bagi beberapa orang tertentu, mungkin bukanlah suatu hal yang
menyenangkan. Lalu bagi saya sendiri? Apakah menulis itu hal yang menyenangkan?
Bagaimana bisa menulis itu menjadi hal yang menyenangkan?
Awalnya
dimasa kecil kami dulu, saya dan teman-teman masa kecil suka berbagi menulis
mengisi buku diary. Seperti sebuah
biodata, yang dilanjutkan dengan curhatan-curhatan. Yang hidup ditahun 80 -90
an pasti tahu rasanya.
Terus,
lanjut ke masa SMP, buku diary saya isi dengan puisi dan sajak-sajak. Apalagi
waktu SMP kala itu kan sedang masa puberty. Jadilah sekumpulan puisi-puisi saya
yang berisi curahatan hati saya kala itu. Heehee… andai bisa dijadikan sebuah
buku yaa mungkin sudah bisa jadi sebuah antologi puisi kali yaa mak.
Nah,
lanjut dimasa SMA, saya mulai mengembangkan potensi menulis saya. Tentunya saya
tidak sendiri. Saya dibantu oleh Guru Sosiologi saya yang juga suka menulis.
Beliaulah yang lebih duluan mengetahui potensi menulis saya, dibandingkan saya
sendiri.
Kala
itu saya tidak menganggap menulis adalah sebuah potensi. Dan sampai sekarang
pun saya tidak mengganggap menulis itu sebuah bakat. Melainkan sebuah kebiasaan
positif yang bias saja menghasilkan.
Lanjut
cerita menulis dimasa SMA dulu. Waktu itu saya belajar menulis mengisi mading
OSIS. Terkadang saya mengisi rubric
opini, dan beberapa artikel. Juga menulis beberapa cerpen. Tapi yang paling
sering itu yaa menulis puisi. Lagi-lagi puisi. Kenapa harus puisi sih? Karena
saya lebih senang mengekspresikan perasaan saya lewat puisi. Karena saya
orangnya pemalu. Tapi bukan berarti saya
kuper alias kurang pergaulan. Saya punya teman banyak koq. Hanya saja saya
tidak terbiasa mengutarakan hal-hal sepele pada orang lain. Dalam pergaulan
dengan teman-teman, saya lebih sering menjadi pendengar. Mungkin karena saya
lebih sering mendengarkan kali yaa jadi saya punya banyak teman.
Masih
tentang menulis dimasa SMA saya, saya
mencoba mengikuti lomba menulis yang diadakan sekolah kami setiap menjelang
perayaan HUT PT SEMEN TONASA. Karena sekolah kami adalah Sekolah Yayasan milik
perusahaan tempat orang tua kami bekerja.
Di
waktu yang berdekatan waktu itu, saya mengikuti lomba menulis dam deklamasi puisi
dalam rangka menyambut Hari Pahlawan yang diadakan oleh Dinas Sosial Kabupaten
Pangkep.
Sewaktu
pengumuman lomba menulis yang diadakan sekolah seminggu sebelumnya, saya
mendapatkan Juara 1 kala itu. Meskipun hanya di tingkat sekolah, mendapatkan
juara itu rasanya saya senang sekali. Soalnya saingan saya dilomba itu adalah
senior saya yang paling pandai. Waktu
tulisan saya dipajang, saya sempat mendengar langsung ucapan senior saya
tersebut memuji keberanian saya menuliskan opini saya mengenai hal yang menurut
kami waktu itu adalah masalah sensitive tentang sekolah kami.
Lanjut
ke pengumuman lomba dihari itu, setelah guru kami mengumumkan juara lomba
tersebut, disaat yang bersamaan guru
saya mendapatkan kabar dari dinas sosial yang mengadakan lomba puisi kala itu,
bahwa saya mendapatkan juara 1 lomba menulis dan deklamasi puisi tersebut.
Surprise
banget rasanya. Nilai hadiahnya mungkin tidak seberapa. Tapi makna dari
kemenangan tersebut lah yang membuatnya special bagi saya. Rasamya seperti
ketiban rejeki nomplok. Heeheee…
Setelah
melewati masa sekolah, kegiatan menulis tidak lagi intens saya lakukan. Tapi saya
masih menulis beberapa puisi kehidupan. Mungkin passion saya memang di
penulisan puisi kali yaa. Sempat juga beberapa kali saya mencoba menulis cerpen
dan mengirimkan ke beberapa media, tapi alhasil tak satu pun diterima. Heehee…
Ada
beberapa teman yang bertanya apakah pernah saya merasa kecewa karena tulisan
saya tidak diterima? Sekalipun saya tidak pernah merasa kecewa karena bagi saya,
menulis adalah cara kita bertutur kata, yang pasti ada yang suka dan ada yang
kurang suka. Begitu pun mengirim tulisan ke media, mungkin saja naskah yang
kita kirim belum dapat chemistry dengan tim redaksinya, heeheee…
Sampai
akhirnya saya menuangkan tulisan saya di web blog pribadi saja. Bagi saya tidak
harus melulu soal tulisan harus menghasilkan uang. Kalaupun tulisan kita bias menghasilkan
uang, anggap saja itu adalah bonus. Bagi saya, tulisan saya mendapat apresiasi
dari pembaca saja saya sudah sangat senang. Seperti saat saya mengirim naskah
cerpen ke media lalu mendapat email balasan kalau tulisan saya tidak dimuat
oleh media tersebut. Nah surat balasan dari media tersebut sudah saya anggap
sebuah apresiasi yang berarti tulisan saya sudah dibaca oleh tim redaksi. Kalau
pun tulisan saya belum bisa dimuat berarti kemungkinan banyak naskah tulisan
yang lebih baik dari saya.
Nah
kalau menulis di web blog kan, terserah respon dari pembaca. Kalau suka
yaa silahkan lanjut membaca atau kalau
sempat memberi komentar sedikit di bawah tulisan. Bagi teman-teman yang suka
menulis, mungkin saya tidak bisa memberi tips bagaimana tulisan kita diterima
oleh media, karena saya sendiri pun masih terus belajar bagaimana sih menulis
yang baik dan disukai oleh pembaca. Saya hanya bisa memberi semangat agar
selalu menulis. Dan kalau bias bergabunglah dengan komunitas menulis. Selain bias
mendapatkan ilmu tentang kepenulisan, juga bisa saling menjaga semangat
menulis, karena hal inilah yang selalu saya alami. Karena terkadang beberapa waktu
kita akan kehilangan semangat menulis tersebut, apalagi disaat kita berhadapan
persoalan kehidupan yang harus segera diselesaikan.
Nah
salah satu komunitas menulis yang saya rekomendasikan adalah grup IIDN a.k.a.
Ibu- Ibu Doyan Nulis. Saya gabung di grup tersebut, karena mayoritas anggotanya
emak-emak kayak saya. Mungkin hanya beda di profesi masing-masing saja. Tapi pastinya
memiliki persoalan yang hamper sama, yaitu persoalan emak-emak, heehee…
Nah
bagusnya di grup ini, sangat sering saya rasakan adalah mendapat tips
kehidupan, nasehat-nasehat positif dari beberapa teman dalam grup ini. Disinilah
saya merasakan bahwa benar kata orang-orang, “ orang baik akan dipertemukan dengan
orang-orang yang baik pula”. Jangan salah, mendapatkan teman yang se-frekuensi
di dalam grup komunitas juga adalah bonus loh mak. Bonus kehidupan, heehee…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar