Minggu, 24 Februari 2019

Emak-emak tak usah berpolitik, sesaknya tuh dihati...


Hawa politik tahun ini benar-benar terasa. Begitu banyak perbedaan pendapat tentang capres sedikit banyak yang berakhir pada permusuhan, renggangnya hubungan pertemanan. Pada Pilpres periode yang lalu tidak sebegini panas rasanya.

Periode tahun ini pun saya tidak terlalu banyak bersuara seperti teman-teman yang lain. Bahkan periode yang lalu pun saya sama diammnya seperti ini. Saya berpikir untuk tidak terlalu mencampuri politik karena saya tidak diuntungkan secara langsung pun tidak dirugikan. Nothing to loose.


Cuman iya sih kalau ada teman-teman dilingkaran pertemanan saya yang begitu menampakkan ketidak-sukaannya pada salah satu paslon, maka saya biasanya akan angkat bicara untuk menengahi. Pemilu yang damai. Karena saya tidak suka keributan apalagi kalau sampai mengarah pada kerusuhan. Ngeri saya membayangkan kalau harus melihat perang antar saudara pecah.

Tapi sedikit berbeda dengan Pilkada Makassar 2018  lalu saat pemilihan walikota. Saya merasa harus angkat bicara, karena saya memang benar-benar merasakan  manfaat yang telah di berikan oleh paslon petahana yaitu pak Dani Pomanto.

Beliau benar-benar berdedikasi pada kelompok tani di wilayah perkotaan sehingga beliau membuat Program ‘Poktanrong’ alias Kelompok Tani Lorong. Mengingat kala itu harga cabai yang meroket. Dan saya kebetulan adalah salah satu anggota dari kelompok tersebut.

Dari “Poktanrong”  lalu kelompok tani yang di wilayah Tello baru itu diperluas lagi menjadi KWT “Kelompok Wanita Tani”. Karena konteksnya Kelompok Wanita Tani artinya wanita yang bertani secara berkelompok. Jadi terbentuklah kelompok tani wainta di kompleks kami mengingat di wilayah kami ada fasum yang menganggur. Dan berkat perhatian beliau kelompok tani kami aktif dan mendapatkan banyak bantuan. Kelompok tani di wilayah kami itu terbentuk akhir tahun 2016.

Lokasi Fasum yang kemudian dikelola oleh kelompok tani 



Saya dan anggota kelompok tani di wilayah kami



              Hal itulah yang menjadi alasan kuat  saya memilih ulang beliau sebagai Walikota Makassar.  Tidak ada kesepakatan apapun antara kami dengan beliau. Karena kami melihat kerja nyata beliau.

Hanya saja  karena beliau dan pasangannya, Indira Mulyasari didiskualifikasi padahal sudah ada penetapan paslon walikota sudah disahkan. Akhirnya ditetapkan paslon tunggal melawan kotak kosong.

Saya beserta anggota lainnya dengan latar belakang foto bunga maatahari yang saya tanam

Bukan karena loyalitas pada beliau tapi ada hal pribadi yang menjadi alasan saya bertahan. Meski teman-teman yang lain berpindah kelain hati. Dan karena saya tetap berpegang teguh meski beliau didiskualifikasi saya bakal memilih kotak kosong. Akhirnya saya menyebut diri saya sendiri sebagai pejuang kotak kosong.


foto saat kunjungan gabungan kepala dinas meninjau lokasi kebun kelompok kami
Dan karena perbedaan pilihan dengan teman-teman kelompok tani lainnya akhirnya memicu konflik internal lainnya antara saya  dengan ketua kelompok. Dan saya memilih keluar dari kelompok karena ‘diminta’ untuk keluar.

Seandainya saja waktu itu saya dalam keadaan berpikiran jernih, saya harusnya bertahan mengingat hak-hak saya  dalam kelompok. Mengingat kelompok yang dibuat itu adalah inisiatif warga bukan perorangan, dan kebetulan difasilitasi oleh penyuluh yang bertugas. Ketua kelompok kami pun bukan dipilih oleh penyuluh tapi oleh anggota lainnya. Seperti  halnya saya yang kebetulan saat itu dipilih sebagai sekertaris kelompok.

Tapi apalah daya keadaannya sudah terlanjur terjadi. Dari pengalaman pahit itulah saya mengambil banyak perlajaran, pilihan kita biarlah hati yang tau, bahkan suami pun tidak boleh tahu, heehee…semakin kesini saya pun semakin memahami benar kata orang bijak bahwa di dunia perpolitikan tidak ada kawan atau musuh sejati yang ada hanyalah kepentingan sejati. karena emak-emak kebanyakan berpolitiknya suka bawa-bawa perasaan, yaa jadinya suka gak objektif menilainya. jadi mendingan emak-emak cukup jadi tim sorak saja deh... 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar