Hampir genap setahun sudah lamanya pandemi Covid-19 melanda Indonesia, tepatnya 1 tahun lebih 2 bulan melanda dunia. Virus Covid-19 yang awal penyebarannya dari wilayah Wuhan, China ini, masih terus menggandakan jenisnya. Dan hingga hari ini virus ini masih juga belum bisa dikendalikan perkembangannya oleh manusia. Meskipun vaksinnya telah ditemukan.
Virus Covid-19 adalah jenis baru
dari virus Corona,seperti halnya virus SARS. Dari segi ke-ekstrim-an, virus
ini bukanlah yang paling mematikan. Tetapi pada kenyataannya jumlah kematian di
dunia meningkat saat ini.
Dan
alhasil, Covid-19, menjadi momok yang menakutkan seantero dunia. Lalu apa
setakut itukah warga masyarakat di sekitar kita dengan wabah yang setahun ini
menjadi fenomenal? Jawabannya ternyata tidak. Haa...haaa… karena masyarakat kita
lebih takut miskin daripada takut sama si Coronces biang kerok ini.
Faktanya
memang banyak seperti itu termasuk saya. Meskipun virus ini bukanlah yang
paling mematikan tetapi memberi dampak yang sangat besar terhadap berbagai
aspek. Terutama di aspek ekonomi. Hal inilah yang paling saya rasakan. Pengalaman saat Pandemi COVID-19, faktanya
telah memporak-porandakan ekonomi dunia. Ekonomi dunia saja dibuatnya porak
poranda yaa, apalagi perekonomian keluarga saya.
Waktu awal-awal si Coronces ini berulah, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan pembatasan jarak, pembatasan aktivitas di luar rumah, dan pembatasan anggaran , mau tak mau, perusahaan-perusahaan mengurangi pekerjanya. Anggaran pembangunan pun dialihkan kepada penanganan Covid-19 ini.
Kami
(saya dan suami) bukanlah PNS atau pegawai swasta, yang mengandalkan pendapatan
dari gaji. Kami wirausaha, yang mengandalkan pendapatan dari orderan klien kami.
Akan tetapi karena ulah si Coronces ini, kami pun ikut terciprat dampaknya
secara khusus, begitu pula perekonomian dunia. Berita-berita yang saya tonton di TV,
betapa banyaknya perusahaan-perusahaan besar yang gulung tikar karena ulah si Coronces, apalagi saya. Hampir 3 bulan kami sama sekali tidak mendapat
pemasukan, Sejak awal Korona menyebar di Negara ini.
Saldo
tabungan kami pun menipis hingga menyisakan nominal 100k saja, alias 100 ribu.
Disetiap malam selama di masa awal pandemi, mata saya menjadi sembab, karena
memikirkan bagaimana keluarga kami akan bertahan di tengah pandemi sembari
berurai air mata. Mungkin saya yang terlalu lebay menghadapi hidup, tapi saya
rasa mayoritas ibu yang menghadapi persoalan ini, pasti akan sedih seperti
saya.
Saya
tahu bukan hanya saya saja yang mengalami masalah ini. Makanya saya dan pak suami saling menguatkan. Kami selalu berdo’a, agar
Tuhan memberi kami kekuatan hati menghadapi pandemi ini.
Saat
saldo tabungan kami menipis, sejenak urusan perut pun tertolong dengan turunnya bantuan sosial dari pemerintah
berupa sembako. Yaa sangat lumayanlah, kami bisa bertahan selama seminggu lebih
dengan sembako tersebut.
Kamipun
sangat terbantu dengan adanya keringanan dari pihak per-bank-an tentang kredit
cicilan rumah kami. Selain itu, uang kuliah anak sulung kami pun terbantu
dengan diberikannya keringanan oleh pihak kampusnya, dengan melampirkan Surat
Keterangan Usaha Berdampak Covid. Tuhan Maha Tahu, dan Tuhan Maha Pemurah.
Covid-19 ini benar-benar ujian bagi kita semua. Dan Tuhan tidak kan memberikan
ujian yang melampaui kekuatan hamba-Nya.
Kembali
lagi ke soal saldo kas keuangan kami yang menipis. Dan mengingat pandemi ini
pun belum berlalu padahal sudah hampir setahun. beberapa masalah keuangan kami
memang sudah teratasi, akan tetapi masalah tidak adanya pemasukan pendapatan,
membuat kami hampir berputus asa, ditambah bantuan sembako dari pemerintah
sudah habis,. Akhirnya kami meminta bantuan pinjaman duit dari kolega kami.
Sebenarnya kami sangat malu. Tapi apa hendak dikata, daripada mencuri atau
menipu orang, toh kami meminjam karena kami benar-benar tak punya duit sama
sekali saat itu.
Beberapa
bulan setelah meminjam duit dari kolega, tepatnya di bulan juli, duit pinjaman
tersebut mulai menipis bilangannya. Kami kembali dibuat pusing ulah si Coronces, A.K.A Covid-19. Tetapi, lagi-lagi Tuhan memberikan jalan-Nya. Saat
itu ada lowongan untuk menjadi PPDP ( Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) untuk
Pilkada pemilihan Walikota Makassar. Masa kerjanya hanya satu bulan. Yaa, saya
terima dong tawaran itu, mengingat kegiatan saya selama ini selain ibu rumah
tangga, saya juga sebagai Kader KB alias Sub PPKBD ( Pembantu Pembina Keluarga
Berencana Desa). saya sudah terbiasa mendata banyaknya Pasangan Usia Subur di
wilayah lingkungan saya. Jadi pengalaman tersebut akan mempermudah saya dalam mendata nantinya karena saya sudah mengenal banyak warga di lingkungan
saya. Inilah yang membuat saya menerima tawaran tersebut. Tambahan lagi, PPDP menjadi syarat mutlak menjadi Anggota KPPS ( Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara), selanjutnya setelah masa pendataan selesai.
Honor
yang saya terima mungkin tidak seberapa dibanding dengan gaji teman-teman lain
yang bekerja sebagai PNS. Tapi buat saya dan keluarga saya, itu sangat besar
dan sangat berarti.
Berhubung,
masa-masa ini adalah masa-masa yang tidak biasa, karena pandemi. Kami mendata
pun wajib mengenakan APD( Alat Pelindung Diri) tapi gak sampai pakai baju
hazmat segala sih. Kami dibekali dengan masker, face shield, Hand sanitizer dan
sarung tangan lateks (tapi gak kepake sih, karena membuat kami kurang nyaman
saat menulis dan membuka lapisan stiker
penanda dari KPU). Dan pada akhirnya Hand Sanitizer lah yang paling sering
kami gunakan.
Protokol Kesehatan PPDP |
Banyak
kejadian menggelikan yang saya alami saat bertugas sebagai PPDP. Mulai dari
cerita ringan para warga sekitar, keluhan warga tentang dampak Covid 19 yang
ternyata bukan saya saja yang mengalaminya, eh,, sampai curhat pribadi pun tak
bisa saya elakkan. Saya sampai bingung juga, saya ini petugas pendata? Atau
Mamah Dedeh yaa… heehee… .
Akan
tetapi, bukan berarti tidak ada masalah sama sekali saat pemutakhiran data tersebut. Masalahnya
ternyata ada warga di lingkungan tempat tinggal saya, yang meninggal karena
Covid-19. Mereka sekeluarga yang terpapar virus tersebut mengisolasi mandiri keluarga mereka. Sebenarnya ada
aturan dari KPU karena keadaan yang tidak biasa ini, kami tidak perlu mendata
mereka yang positif Covid hingga 10 blok rumah dari rumah tersebut. Tapi saya baru tahu tentang
aturan itu, setelah saya mendata rumah disebelahnya. Sewaktu bisik-bisik
tetangga tentang rumor si Fulan kena Covid itu, saya sudah was-was, jadi saya
hanya mendata rumah sebelahnya, karena belum mengetahui aturan tersebut. Saya
pun khawatir, saat mendengar kabar kalau tetangga sebelah rumah si Fulan yang
pernah saya data itu telah di karantina di Hotel Covid. Dalam keadaan khawatir,
keluarga saya selalu menenangkan perasaan saya.selama kita tetap melaksanakan
protocol kesehatan, Pakai masker, jaga jarak, cuci tangan.
KPPS TPS 19 Kel. Tello Baru dengan Protokol kesehatan |
Syukur
Alhamdulillah, setelah tugas saya sebagai PPDP dan KPPS selesai, saya diberikan
kesehatan begitu pun dengan seisi anggota dalam rumah kami pun tetap sehat.
Selain itu pun saya mendapatkan honor dengan menjalankan tugas tersebut. Mission
Complete. Kami bisa memenuhi kebutuhan pangan kami walau tak banyak setidaknya
dengan honor yang saya terima tersebut kami bisa bertahan seminggu – 2 minggu,
menunggu kondisi usaha suami saya membaik. Dan benar saja, setelah beberapa
minggu kemudian, orderan usaha suami saya pun mulai kembali.
Hingga hari ini Covid 19 masih belum bisa dikendalikan meskipun Vaksin COVID -19 telah ditemukan. Karena semuanya membutuhkan proses. Termasuk proses pengenalan vaksin tersebut kepada masyarakat kita. Yaa gak seru lah kalau sesuatu hal yang baru tapi tanpa kontraversi. Heehee…. Harus ribut-ribut dulu lah biar seru dan selanjutnya damai…. , heehee… .
Salah
satu hal penyebabnya karena vaksin-vaksin ini didatangkan dari luar negeri.
Jadi jumlahnya pun masih terbatas. Dan pemberian vaksin ini masih terbatas
untuk kalangan petugas media dan pekerja publik. Kedatangan vaksin-vaksin
selanjutnya akan bertahap. Selain itu, yang akan divaksinasi harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan kondisi calon penerima vaksin.
Sebagai
masyarakat, pastinya sangat berharap keadaan bisa pulih kembali seperti semula.
Anak-anak bisa kembali sekolah bertatap muka, dan kami para orang tua bisa
mencari nafkah dengan rasa aman dan nyaman, tanpa masker. Ehh… tapi karena
keadaan yang tidak biasa ini akhirnya bisa juga kok menjadi biasa, karena dibisa
dan dibiasakan. Karena sekarang, saya pribadi sudah nyaman memakai masker. Yaa…
untuk keadaan new normal ini, tetap menggunakan masker yaa pak.. bu… jangan lupa tetap dengan menjalankan protokol
kesehatan yaa…
Protokol Kesehatan Covid-19 |
“Tulisan ini diikutkan dalam
#TantanganBlogAM2021”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar